Sabtu, 18 Mei 2013

Jingga

" ... Luka jiwa tertikam cinta oleh perihnya ... Sampai tiba terkuat rasa. Tabir itu terbuka ... "
Canda tawamu kembali lagi disini, menyemarakan keheningan kalbuku setelah semalaman diguyur oleh hujan. Senyum manis itu tak dapat membuatku berpaling kelain hati walau banyak yang menggodaku dengan sosok-sosok yang lain. Tapi entahlah kenapa kamu yang selalu ada dibenakku? Jam demi jam telah berlalu, bergulir menuju siang. Pagi yang dingin telah usai, air sisa semalam telah mengering. Hangat mentari menyambut semua aktifitas.

Ingin kembali menikmati jingga seperti dulu. Namun apa? Kita tak sama. Memiliki kesukaan yang berbeda. Jingga itu indah menurutku dan menurut beberapa orang, namun bagimu jingga itu biasa sajakan. Tak menarik bahkan. Jingga aku rindu ingin melihatmu lagi. Debur ombak yang bersahutan, desir pasir yang berkejaran membuatku rindu ... Ingin menjamahmu lagi, ingin memelukmu lagi, ingin menyatu denganmu ...








Menunggu hadirmu disini begitu lama. Ingin ku percepat waktu namun aku tak kuasa. Kuingin ketika kau hadir disini, kau tak cepat berlalu. Angin bekerjaran menembus ranting-ranting cemara, menggoyangkan dan menyegarkan kalbu. Jingga beranjak dari tahtanya, menampakkan keindahan serta kemolekannya. Tempat yang berbeda akan kah mendapatkan jingga yang sama seperti saat itu? Entahlah, akan kunikmati perjalanan ini, bukankah semua akan indah jika kita menikmati?

Tanpamu saat ini begitu terasa, hati ini sepi dan rindu akan pelukanmu. Jingga yang kuharapkan belum jua datang. Belum kelihatan sama sekali. Hanya bayangan dirimu yang hadir didalam banakku. Mentari menghilang, kabut datang. Aku tersadar saat ini aku bukan dipantai tapi digunung. Di ketinggian 3090mdl, bukan di 0mdpl. Oh Tuhan, hawa dingin menyeruak masuk, menembus tulang rusukku. Namun aku masih ingin bertahan hingga jingga datang ...



Penantianku masih menyala walau lambat laun mulai meredup. Dingin yang kurasakan tetap ku tahan, jangan sampai tubuh ini bergetar. Udara yang lembab lambat laun menghilang ketika jam menunjukkan pukul 16.30, harapan akan jingga kembali menggelora. Sinar sang mentari berhamburan dilangit yang mulai membiru, buncah dihati ini, bersyukur kepada-Mu atas dikabulkan doa ini. Senja mulai datang, semburat jingga mulai terbentuk. Ah, jingga masih sama. tak berubah. Yang berubah hanya hamparan air yang penuh ombak digantikan oleh gumpalan-gumpalan awan yang mengjingga.


Aku kembali merasakan hangatnya sang mentari. Udara yang dingin telah sirna. Tubuh ini mulai memanas kembali. Duduk disini menunggu hingga jingga benar-benar hadir dan aku menikmatinya. Dan akhirnya ia datang, memberikanku sebuah semangat ...

" Andai ada satu cara tuk kembali menatap agung surya-Mu ... "

Tidak ada komentar:

Posting Komentar