Jumat, 31 Mei 2013

Kebersamaan itu tak akan pernah pudar


Kebersamaan itu tak akan lekang oleh waktu, semua kenangan terindah yang pernah kalian berikan akan tersimpan dengan baik didalam lubuk jiwaku dan lembayung jingga sore itu yang menghantarkan kita untuk time say to goodbye ... tetapi jarak yang menghalang bukanlah awal dari perpisahan melainkan awal dari segala keabadian ... terima kasih Aa  termanis di dalam kisahku yang mengajari makna kehidupan yang memperjuangkan angan tiada putus asa karena bijakmu kawan yang menuntunku ... terima kasih Gadis Berkerudung Merah dimana kita melawan rasa letih dan rasa kantuk serta keterputus asaan disaat kita akan menyampai puncak, dimana kita telah merasa jauh dan tertinggal namun canda tawamu yang menguatkan kita berdua ... terima kasih Aa pocong_unyu yang menjadi porterku selama perjalanan naik hingga camp, yang memberikan pilihan yang sulit, jika lanjut selamat namun jika tidak dehidrasi akut menyerang ... terima kasih deden dengan sekuat tenanga telah mampu melawan hipotermiamu, melawan rasa ke khawatiran kita semua ... terima kasih semuanya .... semoga kita masih dapat dipertemukan dan persahabatan ini akan abadi selamanya ...

" .... Hingga masih bisa kurangkul kalian
sosok yang mengaliri cawan hidupku
Bilakah kita menangis bersama
tegar melawan tempaan semangatmu itu
oh jingga .... " song Lembayung Bali oleh Saras Dewi

Kamis, 30 Mei 2013

Ciremai Bagian 1

" Kenangan itu tak akan pernah pudar dari ingatanku ... "
Sejalan dengan waktu yang terus berputar, detik demi detik telah berlalu dan semua berjalan dengan garis yang telah Tuhan tentukan untuk kita semua. Kisah manis dalam perjalanan selalu dibarengin dengan kisah yang pahit karena mereka seperti kepingan mata uang logam yang selalu berdekatan.

" Tak kuduga, mimpiku tlah terwujud. Kau disini tuk lindungi, jawaban atas cemas hati ... "
Pertemuan denganmu itu seperti sebuah mimpi yang tak terduga. Mungkin ini adalah jalan Tuhan yang diberikan untukku melalui orang itu hingga disebuah keputus asaan engkau masih bisa membakar gairah hidup untuk tak menyerah dalam perjuangan menuju punjak nan gemilang cahaya keberhasilah walau tak mencapai puncak tertinggi namun kekautan itu hadir kedalam putus asaku yang pertama ...

" Dewasa ucapanmu. Walau hijau masamu. Acuhkan perbedaan, tatap diriku ... "
Perjalanan pelepasan menuju pos pertama dimulai, dengan perjalanan diantara terik matahari dan jalan beraspal yang menyengat. Canda tawa masih terasa penuh bagian hingga mendekati pos dengan jalan yang mulai menanjak sedikit curam namun panjang. Terik surya siang itu sangat panas, letih dengan beban carrier yang lumayan tapi berhenti sebentar melepas haus dengan air yang sangat terbatas. Hingga pos pertama darah sudah mendidih. Mata berkunang dan tubuh melemas, tenaga terkuras Terjerembab aku diantara rumput untuk mendinginkan tubuh ini. Perut yang keroncongan, sang surya yang mulai meninggi dan suhu tubuh yang memuncak memaksaku untuk istirahat. Hingga aku makan untuk menambah tenaga. Keputus asaanku lenyap ketika carrier bertukar dengan daypack dan dia menyemangatiku untuk mencapai puncak tertinggi walau kenyataan tak sampai 3078mdpl tubuh telah dehidrasi.

Perjalanan  terus berlanjut dengan tergopoh-gopoh dan semangat yang membara, udara hutan telah terasa, sejuk menggantikan panas yang menyengat dan suhu darah ikut turun. Menambah gairah untuk segera sampai ke pos camp yang telah ditentukan. Suhu udara berangsur-angsur berubah tubuh mulai nyaman menikmatinya. Dalam perjalanan canda dan tawa beriringan, riang hatipun tak terbawa pergi. Riang itu hadir bersamaan dengan turunnya suhu udara. Waktu terus bergulir dan sang surya mulai kembali keperaduannya.

Senja bergulir, sinar purnama begitu cerahnya menggantikan sang surya,tinggal selangkah lagi menuju pos. Putus asa kembali hadir dan ketika mencium bau bebkaran berarti semua telah mendekat, tinggal beberapa langkah. Mencari lokasi untuk mendirikan dome. Untuk menikmati istirahat sebelum tengah malam melanjutkan perjalanan kembali. Namun canda tawa itu terus bergulir, hingga tak dapat menikmati istirahat. Ketika mata hampir terpejam seseorang membangunkan untuk melanjutkan perjalanan ke arah puncak.


Selasa, 28 Mei 2013

Andaikan aku punya sayap

Satu-satu ... Daun-daun ...
Berguguran tinggalkan tangkainya ...
Satu-satu ... Burung kecil ...
Bertebangan tinggalkan sarangnya ...
Jauh ...
Jauh ...
Tinggi ...
Kelangit yang biru ...

Reff :

Andaikan, aku punya sayap ...
Ku kan terbang jauh ...
Mengelilingi angkasa
Kan ku ajak ayah bundaku ...
Terbang bersamaku ...
Melihat indahnya dunia


ciptaan : Titiek Puspa

Minggu, 19 Mei 2013

Masih pedulikah generasi muda dengan lagu permainan tradisional ??

Indonesia sangat kaya akan keanekaragaman, baik musik, bahasa, kesenian, suku, agama, adat istiadat, rumah, flora dan faunanya.Tak mau melebar dari apa yang akan aku tuliskan, satu dari sekian banyak keanekaragaman tersebut adalah lagu permainan anak-anak yang dulu di tahun 2000-an kebawah masih terdengar gaungnya, namun sekarang apa?

Hampir lagu tersebut hilang dari peredaran, bahkan bisa punah kalau kita tidak segera bertindak dengan mengenalkan kepada adik-adik kita, tetangga kita, lingkungan dan masyarakat luas. Semua lagu tersebut syarat akan makna dan nilai-nilai agama. Saya sudah pernah memposting beberapa dari sebagian lagu permainan tersebut.

http://dieeppoo.blogspot.com/2012/06/permainan-tradisional-cublak-cublak.html
http://dieeppoo.blogspot.com/2012/09/makna-lagu-dolanan-sluku-sluku-bathok.html
http://dieeppoo.blogspot.com/2013/01/don-dapdape-lagu-permainan-tradisional.html

Masih banyak lagi lagu-lagu permaina anak Indonesia yang syarat makna, bahkan tiap daerah/provinsi memiliki beberapa lagu, tidak hanya satu atau dua, namun bisa lebih dari itu.

Masih adakah yang peduli dengan lagu-lagu tersebut? Masih adakah yang mau melestarikan lagu tersebut sebelum semuanya punah tertelan oleh zaman... Masih adakah???

Sabtu, 18 Mei 2013

Jingga

" ... Luka jiwa tertikam cinta oleh perihnya ... Sampai tiba terkuat rasa. Tabir itu terbuka ... "
Canda tawamu kembali lagi disini, menyemarakan keheningan kalbuku setelah semalaman diguyur oleh hujan. Senyum manis itu tak dapat membuatku berpaling kelain hati walau banyak yang menggodaku dengan sosok-sosok yang lain. Tapi entahlah kenapa kamu yang selalu ada dibenakku? Jam demi jam telah berlalu, bergulir menuju siang. Pagi yang dingin telah usai, air sisa semalam telah mengering. Hangat mentari menyambut semua aktifitas.

Ingin kembali menikmati jingga seperti dulu. Namun apa? Kita tak sama. Memiliki kesukaan yang berbeda. Jingga itu indah menurutku dan menurut beberapa orang, namun bagimu jingga itu biasa sajakan. Tak menarik bahkan. Jingga aku rindu ingin melihatmu lagi. Debur ombak yang bersahutan, desir pasir yang berkejaran membuatku rindu ... Ingin menjamahmu lagi, ingin memelukmu lagi, ingin menyatu denganmu ...








Menunggu hadirmu disini begitu lama. Ingin ku percepat waktu namun aku tak kuasa. Kuingin ketika kau hadir disini, kau tak cepat berlalu. Angin bekerjaran menembus ranting-ranting cemara, menggoyangkan dan menyegarkan kalbu. Jingga beranjak dari tahtanya, menampakkan keindahan serta kemolekannya. Tempat yang berbeda akan kah mendapatkan jingga yang sama seperti saat itu? Entahlah, akan kunikmati perjalanan ini, bukankah semua akan indah jika kita menikmati?

Tanpamu saat ini begitu terasa, hati ini sepi dan rindu akan pelukanmu. Jingga yang kuharapkan belum jua datang. Belum kelihatan sama sekali. Hanya bayangan dirimu yang hadir didalam banakku. Mentari menghilang, kabut datang. Aku tersadar saat ini aku bukan dipantai tapi digunung. Di ketinggian 3090mdl, bukan di 0mdpl. Oh Tuhan, hawa dingin menyeruak masuk, menembus tulang rusukku. Namun aku masih ingin bertahan hingga jingga datang ...



Penantianku masih menyala walau lambat laun mulai meredup. Dingin yang kurasakan tetap ku tahan, jangan sampai tubuh ini bergetar. Udara yang lembab lambat laun menghilang ketika jam menunjukkan pukul 16.30, harapan akan jingga kembali menggelora. Sinar sang mentari berhamburan dilangit yang mulai membiru, buncah dihati ini, bersyukur kepada-Mu atas dikabulkan doa ini. Senja mulai datang, semburat jingga mulai terbentuk. Ah, jingga masih sama. tak berubah. Yang berubah hanya hamparan air yang penuh ombak digantikan oleh gumpalan-gumpalan awan yang mengjingga.


Aku kembali merasakan hangatnya sang mentari. Udara yang dingin telah sirna. Tubuh ini mulai memanas kembali. Duduk disini menunggu hingga jingga benar-benar hadir dan aku menikmatinya. Dan akhirnya ia datang, memberikanku sebuah semangat ...

" Andai ada satu cara tuk kembali menatap agung surya-Mu ... "

Kamis, 16 Mei 2013

Yeboo

" Lalui angin, ku rasakan rindumu ... Dibalik kereta yang melaju ... Ku dengar debarmu ... Seiringan gema besikmu, sayangiku ... "

"Angin" lagu milik Saras Dewi mengalun lembut memecahkan keheningan sore hari ini. Menemaniku yang sedang kesepian. Ya, seperti biasa, akan melalui malam panjang dengan sedikit kegelisahan ketika Ia tak hadir disampingku. Entahlah apa yang sedang ku pikirkan tentang dia namun bayangan dirinya selalu hadir dipelupuk mataku. Saat jingga mulai menghilang dan digantikan oleh kegelapan dan sinar lampu kota, aku masih asik dengan duniaku sendiri. Terlalu dalam sebuah angan yang tak pasti.

Namun rindu akan dirimu selalu saja membuat hati ini gundah gulanda. Tak ingin semua orang mengetahui dan mengerti akan apa yang ada dihati ini. Kamu yang selama ini dihatiku, hampir selalu menemaniku selama setahun dan memberikan sejuta maknya yang berbeda dikeseharianku.

" Riang hati terbawa pergi, ombak samudera. Gemuruhnya seolah membawa lara... ", ah entahlah musik ini menceritakan sedikit demi sedikit rasa yang mulai berkecambuk dalam hati. Aku yang masih tak mengerti tentang semua ini, hanya terduduk diam menikmati semua yang berjalan. Tak takut aku untuk move on tapi rasa ini sudah terlalu nyaman dengan dirimu, yeboo.

Banyak rasa telah ku pendam. Banyak rasa telah ku kubur, hanya untuk kamu seorang yeboo-ku rasa ini. Bukan untuk mereka-mereka yang hanya bisa bilang sesaat namun tak bisa memenuhi apa yang aku inginkan. Dalam jiwa dan ragamu, aku menemukan semua yang ku cari. Walau aku yakin kamu bukan yang terakhir untuk ku labuhkan rasa ini, namun setidaknya kamu pernah singgah dihatiku dan memberikanku sebuah warna dan sebuah rasa.

Ah, jingga begitu cepat berlalu. Mimpi-mimpi inipun tak akan terlepas begitu saja. Berusaha untuk membentuk dan merakitnya hingga menjadi kesatuan yang begitu elok, untukku dan untuknya. Untuk kita. Saling membahu untuk menjadikan satu dan merangkai mimpi-mimpi yang berserakan ini. Angin malam mulai menyeruak, berhembus menembus hati yang mulai pilu dengan semua ini. Pilu yang seakan-akan mengisi seluruh relung hati ini.

Gelisah yang semakin membuncah seakan menari-nari menikmati kesendirian ini. Memenuhi benakku akan dirimu. Sehari tak melihatmu terkadang menjadikan sebuah hal yang  tak luar biasa, namun sebulan waktu itu ketika kamu bertugas, ah sepi jiwa ini. Semangat seolah membeku dan godaan dari luar begitu banyak, namun aku selalu menunggumu. Menunggu dan menunggu hingga kamu kembali dan aku bisa langsung menikmati semua bersamamu. Semua kembali, bersemi dan bermekaraan dengan indahnya.

Rabu, 15 Mei 2013

Alam Indonesia

Alam Indonesia penuh dengan eksotisme, sangat luar biasa ... Bahagianya aku lahir dan besar di Nusantara ini, satu kebanggaan walau aku belum menjadi siapa-siapa. Aku hanya seorang anak pecinta alam, ya pecinta alam yang sangat mengagumi alam Nusantara. Jogja - Bandung - Surabaya begitu mempesona walau aku masih sangat cinta dengan salah satu kota tersebut.

Alam yang begitu indah akan segera hilang dari pandangan kita jika terlalu banyak orang yang mengaku cinta alam tapi masih enggan menggunakan barang-barang yang dapat didaur ulang dengan mudah oleh alam sendiri. Menggunkan barang sekali pake dan menuinggalkan sampahnya begitu saja di alam terbuka. Pecinta MDPL (meter dari permukaan laut) atau anak gunung selalu saja banyak yang masih tega menjadikan gunung sebagai tempat sampah raksasa.

Ini ada sedikit oleh-oleh dari Gunung Merbabu di Jawa Tengah melalui jalur pendakian Tekelan Kopeng Salatiga ...


























Rabu, 08 Mei 2013

Makna Menthok-Menthok

Menthok-menthok
Tak andhani
Mung rupamu ngisin-ngisini
Ojo ngetok

Ngandang wae
Enak ngorok ra nyambut gawe 

Menthok-menthok 
Mung lakumu ngawe nguyu

Lirik lagu " Menthok-menthok " membawa pesan bahwa seseorang itu harus rendah hati dan mau intropeksi. Sebagai manusia (dalam lagu tersebut digambarkan sebagai menthok/angsa)

Pesan moral yang akan disampaikan adalah ketika kita sebagai manusia mendapat kelebihan dalam bentuk apapun kita tidak diajar untuk bersombong diri karena setiap makluk ciptaan-Nya selalu mempunya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Ibarat kata " Menthok " salah satu unggas yang penampilannya buruk rupa, tidak menarik, suka tidur, dan malas-malasanpun masih dapat bermanfaat bagi orang lain, karena mampu membuat orang tertawa atas kelucuan tingkahnya. Oleh sebab itu, kita tak boleh segan bercermin untuk melihat kekurangan dalam diri kita sendiri dan tidak mudah merendahkan orang lain atas kekurangannya serta mengingatkan kita agar tidak bermalas-malasan sebab malas-malasan itu bukan sifat yang baik.

dear mantan

Dear mantan

Pernah tidak kamu mencoba mengenang tentang kita?
Coba kam,u bayangkan pertama kali kita kenal?
Bagaimana kita bisa dekat?
Kemana saja kita pergi?
Atau apa saja yang kita lewati berdua?

Saat kita marahan dan baikan ...
Saat kita menangis bersama ...
Saat aku tertawa karenamu ...
Ataupun sebaliknya ...
Saya aku bertingkah konyol didepanmu ...
Saat pelukanmu menenangkanku ...
Saat aku marah-marah dan membuatmu penat?

Bayangkan saat itu tak ada lagi ...
Tiba-tiba suara cerewetku tak ada lagi ...
Saat tak ada miss call dari aku lagi ...
Tak ada teleponku yang harus kamu angkat ...
Tak ada pesan pendek yang harus kamu balas ...
Tak ada PING!!! dan BUZZ!!! yang menaikan emosimu ...
Tak ada suara marah dan tangisanku yang memuakkan kamu lagi ...

Saat itu apa kamu LEGA??
Apa malah RASA KANGEN kembali hadir seperti aku saat ini??

Senin, 06 Mei 2013

Memudar

Hujan tak mampu hilangkan hangatmu . . . Walau telah delapan jam lebih kita disini, satu ruangan namun hanya sedikit kata yang terucap, seperti ada benarnya dengan semua kata-kata yang kamu ucapkan saat itu, aku sadar dengan diriku yang berbeda. Yang lain dengan semua. Aku sadar diri.

Ketika aku kembali diam, kamu masih saja begitu ikut diam sejuta bahasa. Bahkan gerak tubuhmupun mengisyarakatan bahawa kamu tak ingin bertemu dengan aku. Kita sama tak ada yang beda bukan. Cara yang menurutku tak bisa dewasa darimu. Aku tak mempermasalahkan semua, mungkin bercandaanku keterlaluan, kelewatan menurutmu, apa aku salah jika aku juga ingin sama?

Namun aku tak mau terlalu dalam larut ke masalah ini. Kesalah pamahan yang berakibat fatal jika di lanjutkan. Aku kan berjalan sesuai dengan apa yang kamu inginkan, aku kan diam disini. Berjalan tanpa kata dan aku tak akan menyentuh apa yang membuatmu bisa meledak lagi. Aku berusaha menjauh semua namun kenapa mereka mendekat? Tak kusalahkan ke akraban ini, aku bukan tipe orang yang suka ambil pusing, bercanda ya bercanda tanpa ekspresi sekalipun aku bisa. Tak mau menjadi sebuah sinetron juga, tak mau mendramalisirkan masalah. Biarlah semua berjalan sesuai perjalanan sang waktu.



Telah ku lupakan semua masalah yang ada, tinggal menunggu eksekusi dari semua omonganmu itu, apakah kamu nyata atau maya. Tinggal menunggu saja sekarang. Biar waktu yang akan menjawabnya. Cukup sampai disini untuk semua ini, aku hanya akan diam, diam seribu bahasa . . . Karena aku menganggap kamu lebih tinggi diatasku, walau kita sama hanya seorang pegawai . . .

Kamis, 02 Mei 2013

Acuan Hari Pendidikan Nasional , Ki Hajar Dewantoro atau KH Ahmad Dahlan ?

 Oleh: Artawijaya*

Dibanding Ki Hadjar Dewantara dan Taman Siswa-nya, KH. Ahmad Dahlan dan Persyarikatan Muhammadiyahnya lebih memiliki peran besar dalam pendidikan nasional. Ki Hadjar bercorak kebatinan dan barat, sedangkan Kiai Dahlan bercorak Islam dan nasional.

Setiap tanggal 2 Mei pemerintah Republik Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Peringatan ini merujuk pada hari lahir tokoh nasional Soewardi Soerjaningrat alias Ki Hadjar Dewantara, pendiri perguruan Taman Siswa. Soewardi merupakan anak dari Paku Alam IV yang dilahirkan di Yogyakarta, 2 Mei 1889. Garis keturunannya berasal dari elit keraton yang memegang teguh ajaran kebatinan Jawa.

Perguruan Taman Siswa yang digagas dan dikelola oleh Ki Hadjar Dewantara didirikan di Yogyakarta pada 3 Juli 1922. Selain Ki Hadjar Dewantara, tokoh Taman Siswa lainnya adalah Ki Sarmidi Mangoensarkoro. Taman Siswa adalah lembaga pendidikan bercorak kebangsaan, kebatinan, dan mengadopsi nilai-nilai barat yang pertama di Indonesia dan didirikan oleh warga pribumi.

Ketika mendirikan Taman Siswa, Ki Hadjar Dewantara banyak terpengaruh pemikiran Rabindranath Tagore (ahli pendidikan dan ilmu jiwa dari India yang menjadi rujukan anggota Theosofi), Maria Montessori (ahli pendidikan dari Italia), dan Rudolf Steiner (pendiri Antrophosophy Society). Melihat dari tokoh-tokoh yang menjadi rujukan Ki Hadjar dalam mendirikan Taman Siswa, jelaslah bahwa lembaga yang didirikannya bercorak barat dan mengusung asas humanisme.

Rabindranath Tagore adalah tokoh yang tulisan-tulisannya banyak tersebar di media massa milik kelompok Theosofi. Tagore memiliki konsep pendidikan ”bebas” dan ”merdeka”, yaitu bahwa pendidikan adalah semata-mata dijadikan alat dan syarat untuk memperkokoh hidup kemanusiaan sedalam-dalamnya. Konsep ”bebas” dari Tagore adalah bebas dari ikatan apapun, sedangkan konsep ”merdeka” adalah bebas mewujudkan ciptaan berupa apapun dan hanya hanya boleh terikat oleh kodrat alam dan zaman.
Sedangkan Maria Montessori mempunyai konsep pendidikan dengan mementingkan hidup jasmani peserta didik dan mengarahkan mereka pada kecerdasan budi. Dasar utama pendidikan, menurut Montessori, adalah kebebasan dan spontanitas untuk mendapatkan kemerdekaan yang seluas-luasnya. Asas kemanusiaan, jelas sangat kental dalam konsep Tagore dan Montessori yang dijadikan rujukan oleh Ki Hadjar Dewantara. Sementara Rudolf Steiner yang juga menjadi rujukan Ki Hadjar, adalah sosok yang mengembangkan doktrin-doktrin mistik, okultisme, dan spiritualisme abad 20 terutama di kalangan Kristen.
Corak pendidikan Taman Siswa hampir sama dengan Arjuna School, sekolah yang didirikan kelompok Theosofi di Indonesia, yang mempunyai pemahaman bahwa dasar dari semua sistem pendidikan yang dijalankan adalah kemerdekaan budi pekerti dan keterampilan. Tidak ada sama sekali tercantum soal dasar Ketuhanan yang dijadikan pijakan. Arjuna School pada masa lalu juga menjadi lembaga pendidikan favorit dan tersebar di beberapa wilayah di Jawa.

Meski tak setenar nama Ki Hadjar Dewantara, nama Ki Sarmidi Mangoensarkoro yang juga pendiri Taman Siswa, juga diabadikan oleh pemerintah sebagai nama sebuah jalan di daerah Menteng, Jakarta Pusat. Pemerintah menganggap Ki Sarmidi sebagai tokoh pendidikan, disamping tokoh-tokoh lainnya. Padahal, dalam buku ”Pengantar Goeroe Nasional” Ki Sarmidi yang merupakan anggota Theosofi, banyak mengambil pemikiran George Syndey Arundale, Presiden Theosofi Internasional ketiga setelah Annie Besant. Sungguh aneh, organisasi Theosofi yang secara resmi pernah dilarang oleh pemerintah, namun pemikiran para tokohnya masih dianggap memiliki peran penting bagi pendidikan bangsa ini.
Paham Kebatinan, Landasan Berdirinya Taman Siswa

Dalam buku ”Perkembangan Kebatinan di Indonesia” Allahyarham Buya Hamka menyatakan bahwa Taman Siswa adalah gerakan abangan, klenik, dan primbon Jawa, yang menjalankan ritual shalat daim. Dalam kepercayaan kebatinan, shalat di sini bukan bermakna ritual seperti yang dijalankan umat Islam, tetapi shalat dalam pengertian kebatinan, yaitu menjalankan kebaikan terus menerus. Inilah yang dimaksud dengan shalat daim. Sedangkan Bung Karno menyebut apa yang dilakukan oleh Ki Hadjar Dewantara adalah berangkat dari panggilan mistik.

Sebuah small group discussion yang membicarakan tentang kebatinan, yang diselenggarakan setiap Selasa Kliwon dan dipimpin oleh Pangeran Soeryamentaram adalah cikal bakal berdirinya Taman Siswa. Peserta diskusi kebatinan ini mendapat sebutan ketika itu dengan “Gerombolan Seloso Kliwon”. Mereka adalah, Ki Hadjar Dewantara, R.M Soetatmo Soerjokoesoemo, R.M.H Soerjo Poetro, Ki Pronowidigdo, Ki Sutopo Wonoboyo, Ki Surjodirjo, BRM Subono, dan Pangeran Soeryamentaram.
Setiap pertemuan, mereka mendiskusikan hal-hal yang berkaitan dengan kebatinan, yaitu usaha untuk “membahagiakan diri, membahagiakan bangsa, dan umat manusia.” Inilah yang menjadi asas Taman Siswa, yaitu perpaduan antara pendidikan barat dan kebatinan dalam mewujudkan suatu kemerdekaan batin, kemerdekaan pikiran, dan kemerdekaan tenaga.

Taman Siswa mengamalkan apa yang mereka sebut sebagai Panca Dharma alias Lima Pengabdian, yaitu:Kemerdekaan, Kodrat Alam, Kebudayaan, Kebangsaan, dan Kemanusiaan. Tak adanya diktum yang menyebutkan pengabdian terhadap Ketuhanan inilah yang menyebabkan timbulnya kecurigaan dari kalangan umat Islam saat itu bahwa Taman Siswa jauh dari nilai-nilai Ketuhanan dan anti terhadap agama.
Diantara yang mengertik asas dan cita-cita Taman Siswa adalah Mingguan Abadi, media massa yang dikelola oleh para aktivis Masyumi. Dalam artikelnya, Abadi menilai tidak dicantumkannya soal ketuhanan mencerminkan bahwa Taman Siswa jauh dari kepercayaan terhadap ketuhanan dan lebih mementingkan kemanusiaan. Taman Siswa juga dinilai mengabaikan sila Ketuhanan yang tercermin dalam ideologi negara, Pancasila.

Seorang residen Belanda, Janquire, juga dengan tegas menyatakan bahwa cita-cita Taman Siswa “anti-Tuhan” dan “anti-agama”. Tudingan Janquire dianggap sebagai propaganda adu domba yang bertujuan memojokkan Taman Siswa. Untuk membantah tudingan mingguan Abadi dan Janquire, Taman Siswa melalui seorang aktifisnya bernama Muhammad Tauchid kemudian membuat bantahan dan klarifikasi dalam sebuah pidato yang cukup memukau para anggotanya. Tauchid menepis segala tudingan miring terhadap Taman Siswa dan meyakinkan masyarakat bahwa organisasi mereka tidak akan mengabaikan nilai-nilai ketuhanan.
Kecurigaan terhadap asas dan keyakinan Taman Siswa yang dianggap jauh dari nilai Ketuhanan dan lebih mementingkan kebatinan dan kemanusiaan, itu tak berlebihan. Sebab dalam beberapa pidato para petinggi Taman Siswa, termasuk pemikiran pendirinya Ki Hadjar Dewantara, corak kebatinan dan Theosofi begitu kental terasa. Hal ini diperkuat lagi, ketika Taman Siswa menyatakan bahwa dalam menjalankan roda pendidikannya, mereka menggunakan “Tiga Sistem Among”, yaitu:Mengabdi kepada prikemanusiaan, membangun kepribadian sesuai kodrat alam, dan membangun kemerdekaan. Sekali lagi, tidak disebut sedikitpun tentang Ketuhanan.

Mereka yang tergabung dalam Taman Siswa sering disebut “Keluarga Besar yang Suci” yang mempunyai sikap lahir dan batin. Dan Ki Hadjar Dewantara mendapat julukan sebagai “Bapak dari Keluarga Besar yang Suci.” Istilah-istilah ini jelas mengingatkan kita pada Theosofi. Melihat dari corak dan asas Taman Siswa, jelas lembaga pendidikan ini sesuai dan sejalan dengan cita-cita tertinggi Theosofi dan Freemason, yaitu menjadikan nilai-nilai kemanusiaan (humanisme) sebagai nilai tertinggi diantara nilai-nilai lain, bahkan nilai Ketuhanan.

Pengabdian terhadap kemanusiaan yang bersumber dari pengamalan kebatinan dan perilaku lahir yang sesuai dengan nilai-nilai universal tentang kebaikan, itulah yang menjadi tujuan Taman Siswa. Persis seperti ungkapan tokohnya, Ki Sarmidi Mangoensarkoro, yang mengatakan, ”Kita harus tetap mempunyai paham hidup kebatinan yang luhur, tetapi di dalam aturan hidup lahir…tujuan hidup yang menomorsatukan kebatinan yang luhur itu sekarang harus direalisasikan dalam perbuatan dunia kelahiran.”

Mengapa Bukan KH Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah?

Dibanding Ki Hadjar Dewantara dan Taman Siswa-nya, kiprah KH. Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah lebih berperan dalam memajukan pendidikan nasional. Ahmad Dahlan kental dengan corak pemikiran Islam dan nasionalis, anti kolonialisme, tidak terpengaruh paham barat, dan mengembangkan lembaga pendidikan untuk mengantisipasi besarnya arus Kristenisasi pada masa itu yang dibawa oleh lembaga-lembaga pendidikan yang didirikan oleh pemerintah kolonial.

Sejarawan Abdurrachman Surjomihardjo dalam buku sejarah Kota Yogakarta Tempoe Doeloe menjelaskan keprihatinan KH Ahmad Dahlan dengan tumbuh suburnya pendidikan netral bercorak barat, yang dikelola oleh Gerakan Kemasonan (Freemason). Selain itu, Kiai Dahlan juga prihatin dengan maraknya sekolah-sekolah Kristen yang mendapat subsidi pemerintah Belanda, yang kerap melakukan upaya kristenisasi. Semua sekolah-sekolah ini, selain mendapat dukungan pemerintah kolonial, juga mendapat dukungan elit pemerintahan setempat yang kebanyakan sudah berada dalam pengaruh Gerakan Kemasonan dan Theosofi.
Dukungan pemerintah kolonial terhadap sekolah-sekolah milik Gerakan Kemasonan dan Kristen adalah upaya untuk mendirikan sekolah pribumi yang mampu bersaing dengan pesantren yang menjadi basis pendidikan umat Islam. Tujuan pendidikan netral yang didirikan oleh Gerakan Kemasonan dan menjamurnya sekolah-sekolah Kristen tak lain adalah upaya mematikan peran pesantren. Pendidikan netral bertujuan menumbuhkan jiwa loyalitas masyarakat pribumi terhadap pemerintah kolonial atau mengubah anak-anak elit Jawa menjadi ”bangsawan holland denken” (bangsawan yang berorientasi kebelandaan).

Sebab-sebab berdirinya Muhammadiyah selain faktor internal, yaitu umat Islam tidak lagi memegang teguh tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dan merajalelanya kemusyrikan, juga disebabkan faktor eksternal, yaitu kesadaran akan bahaya yang mengancam akidah umat Islam yang disebabkan oleh upaya Kristenisasi yang marak saat itu. Faktor eksternal lainnya adalah, merebaknya kebencian di kalangan intelektual saat itu yang menganggap Islam sebagai agama kolot, tidak sesuai zaman. Dan yang terpenting dari sebab berdirinya Muhammadiyah adalah upaya untuk membentuk masyarakat dimana di dalamnya benar-benar berlaku ajaran dan hukum Islam.

Dengan berdirinya Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan dan beberapa aktivis Islam lainnya berusaha melakukan dakwah dalam bidang pengajaran dan membendung usaha-usaha Kristenisasi yang didukung oleh pemerintah kolonial lewat kebijakan Kerstening Politiek (Politik Kristensiasi) yang dimulai pada tahun 1910 oleh kelompok konservatif di Nederland dan dilaksanakan oleh Gubernur Jenderal A.W.F Idenburg. Diantara kebijakan Kerstening Politiek adalah dikeluarkannya ”Sirkuler Minggu” dan ”Sirkuler Pasar” yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal pada 1910. Sirkuler Minggu menegaskan bahwa tidak patut mengadakan perayaan kenegaraan pada hari Minggu. Kegiatan pemerintahan pada hari Minggu diliburkan. Sirkuler Pasar melarang diadakannya hari pasaran pada hari Minggu.

Dr. Alwi Shihab dalam disertasinya menjelaskan bahwa berdirinya Persyarikatan Muhammadiyah adalah upaya membendung arus dari upaya gerakan Kristenisasi dan Freemasonry. Alwi menyatakan, Freemasonry di Indonesia digerakkan oleh orang-orang Kristen yang sadar diri dan sangat peduli terhadap penyebaran Injil. Mereka melakukan upaya Kristenisasi, termasuk tentu saja mempropagandakan ajaran-ajaran Freemasonry. ”Lembaga ini (Freemason, pen) telah berhasil menggaet berbagai kalangan Indonesia terkemuka, dan dengan demikian mempengaruhi berbagai pemikiran berbagai segmen masyarakat lapisan atas…

Merasakan bahwa perkembangan Freemasonry dan penyebaran Kristen saling mendukung, kaum Muslim mulai merasakan munculnya bahaya yang dihadapi Islam. Dalam upayanya menjaga dan memperkuat iman Islam di kalangan Muslim Jawa, (Ahmad) Dahlan bersama-sama kawan seperjuangannya mencari jalan keluar dari kondisi yang sangat sulit ini. Untuk menjawab tantangan ini, lahirlah gagasan mendirikan Muhammadiyah.Dari sini, berdirinya Muhammadiyah tidak bisa dipisahkan dari keberadaan dan perkembangan pesat Freemasonry.”

Selain jawaban terhadap upaya Gerakan Kemasonan dan Kerstening Politik, berdirinya Muhammadiyah juga sebagai respon dari berbagai pelecehan terhadap Islam yang dilakukan oleh para aktivis kebangsaan yang tergabung dalam Boedi Oetomo. Dengan bahasa sindiran, Muhamadiyah menyatakan, ”Jika agama berada di luar Boedi Oetomo, maka sebaliknya Politik berada di luar Muhammadiyah.” Demikian khittah perjuangan Muhammadiyah pada awal-awal berdirinya.

Tinta sejarah memang ditentukan oleh mereka yang berkuasa. Termasuk tentang siapa yang dianggap berperan dan pantas dijadikan acuan dalam pendidikan nasional. Padahal, Persyarikatan Muhammadiyah berdiri lebih dulu, yakni pada 1912, dibandingkan Taman Siswa yang berdiri sepuluh tahun kemudian, pada 1922. Muhammadiyah masih berperan penting dalam lembaga pendidikan hingga kini dan tersebar hampir di seluruh pelosok Nusantara, sementara Taman Siswa sudah meredup dan nyaris tak terdengar kiprahnya. Jika dilihat dari waktu lahirnya, Achmad Dahlan lebih dulu, yakni pada 1868, sedangkan Ki Hadjar Dewantara baru lahir pada 1889.

Tulisan ini adalah upaya mendorong kepada masyarakat untuk melihat sejarah dengan kaca mata yang jernih dan jujur, bukan dengan kacamata kekuasaan yang sarat dengan kepentingan. Setelah membaca tulisan ini, silakan masyarakat menilai, mana yang lebih pantas dijadikan acuan memperingati Hari Pendidikan Nasional. Apakah semata-mata karena bercorak Islam, peran KH Achmad Dahlan tak dijadikan sebagai acuan pendidikan nasional? Padahal, seperti kata Buya Hamka, Islam adalah jati diri yang mengakar dalam bangsa ini.
*Penulis buku ”Gerakan Theosofi di Indonesia”, Pustaka Al-Kautsar, 2009 dan ”Jaringan Yahudi Internasional di Nusantara”, Pustaka Al-Kautsar 2010
Sumber Rujukan:
  1. Irna H.N Hadi Soewito, Soewardi Soerjaningrat dalam Pengasingan, Jakarta: Balai Pustaka, 1991
  2. Bambang S Dewantara, 100 Tahun Ki Hadjar Dewantara, Jakarta: Pustaka Kartini, 1989
  3. Abdurrachman Surjomihardjo, Ki Hadjar Dewantara dan Taman Siswa dalam Sejarah Indonesia Modern, Jakarta:Sinar Harapan, 1986
  4. Kenji Tsuchiya, Democracy and Leadership: The Rise of The Taman Siswa Movement in Indonesia, University of Honolulu Press, 1987
  5. Taman Siswa dan Sila Ketuhanan, Madjelis Luhur Persatuan Taman Siswa: Yogyakarta, 1972
  6. Hamka, Perkembangan Kebatinan di Indonesia, Jakarta:Penerbit Bulan Bintang, 1974. Cet.Kedua
  7. K.H.A Dahlan Amal dan Perdjoangannja,Djakarta:Depot Pengadjaran Mohammadijah,1968

http://www.eramuslim.com/berita/tahukah-anda/acuan-hardiknas-ki-hadjar-dewantara-atau-kh-achmad-dahlan.htm#.UYI650rcvXQ 

Rabu, 01 Mei 2013

Jujur, siapa yang mengadu domba?

Berulang kali ku mencoba untuk menerima bahwa kamu beda dan aku mencoba untuk melupakan bayanganmu tapi kenapa tak bisa lekas pergi dari pikiranku? Entahlah aku berjalan saja sesuai dengan jalan yang telah ku lalui disini. Kalian semua teman dan perbedaan itu bukankah sesuatu yang indah bukan? Bukan aku ingin untuk dihargai dan dimengerti tapi kita sama dimata Tuhan jadi kenapa harus saling menjatuhkan?

Banyak yang bilang takut denganku kepadamu? Siapa? Yang mana? Sebutkan satu-satu agar aku bisa berbenah, banyak dari merka yang masih bisa menerima aku dengan apa adanya, bukan dengan mengedepankan emosi. Bukan dengan mengandalkan kekuasaan. Bukan dengan pikiran-pikiran yang menerutmu benar. Kalau memang benar apa adanya, bilang ke aku langsung bukannya bisa? Ah, aku tak mau meladeni emosi sesaat.Aku sudah siap kapan saja kalau memang aku sudah tak dibutuhkan silahkan saja langsung konfirmasi ke saya dan saya dengan hati akan berakhir dari tempat ini

Phantom Gamecenter Yogyakarta, 01 Mei 2013 05:00:00pm

Aku tak mau melupakan mimpiku

Selamat pagi !!!
Selamat datang bulan Mei. Bulan ke lima tahun 2013 yang telah bergulir meninggalkan April yang sedikit ada kelam dalam hari. Tak ada kisah yang menarik untuk diceritakan (bukan tukang ngibul soalnya, hehehehe) Bulan yang akan ku lalu dengan semangat yang membara di awal bulan dan akan melakukan expedisi di dua pegunungan sekaligus (InsyaAllah) ke Gunung Merbabu Jawa Tengah dan Gunung Ciremay Jawa Barat. Walau persiapan mulai memudar tapi semangat ini masih membara, karena dari awal sudah mempunyai keputusan-keputusan untuk hal-hal terburuk sekalipun.

Aku tak mau melupakan mimpiku saat ini, aku tak mau semua tak menjadi nyata. Telah lama aku meninggalkan duniaku, dunia alam dan dunia anak-anak, hanya untuk menjadi dewasa. Hanya untuk memberikan kepuasan kepada mereka yang melihatku. Tubuhku serasa di perkosa, serasa memiliki lebih banyak rupa walau hati ini tak bisa berdusta. Untuk apa aku mengelabuhi orang lain dengan terpaksa dan tekanan dari pihak lain. Inilah aku !!! Aku apa adanya. Aku yang bukan menjadi bonekah. Lelah bersandiwara selama ini. Biarkan aku bebas dengan apa yang ada didiriku. Kamu memang lebih berkuasa namun jalan hidupku ya aku yang menentukan, bukan kamu.

Aku tak pernah memintamu untuk merubahku dan aku tak suka dengan caramu menangani masalah. Dimataku kamu yang belum bisa dewasa, belum bisa memilah apa dan bagaimana yang baik. Kepalaku telah penuh dengan segala sesal tentangmu. Bukan aku dan teman-teman yang membunuhmu tapi apakah kamu sadar orang terdekatmu yang membunuhmu pelan-pelan? Bukan maksud apa dan siapa, namun apakah kamu tak sadar juga? Aku kembali menatap cermin itu dengan tatapan kosong, menerawang jauh kesana bersama pikiranku yang mungkin akan tereksekusi secara nyata.

Aku bukan peramal. Aku bukan paranormal. Aku hanya manusia biasa yang mencoba menerka apa yang akan terjadi dalam hari-hariku. Dalam ilmu psikologi bukankan semua itu berasala dari alam bawah sadar kita. Alam mimpi. Aku tak pernah diajari untuk membunuh mimpi-mimpiku oleh siapapun, kecuali kamu. Mungkin menerutku (menurutku lho ya, bukan menerut mereka) kamu selalu takut untuk bertindak dan meraih mimpi-mimpimu. Aku sadar kok, kamu membelah orang terdekatmu, bahkan atasanpun bisa dikelabuhi. Sepandai apapun menyimpan pasti akan terkuak bukan, seperti dalam peribahasa Indonesia itu? (pernah dapat pelajarannyakan?)

Namun aku tak mau menuduh dan aku tak mau menghakimi siapa-siapa, karena aku hanya manusia biasa.. Manusia yang banyak sekali salah (terlebih dimatamu) banyak kekurangan dan ketidak sempurnaan. Aku sadar dengan posisiku. Aku sadar !!! (karena aku nulisnya g merem)
Sudahlah hanya untuk bahan intropeksi tentang diriku sendiri yang merasa kecewa dengan kamu (Iya kamu/ Kamu yang pake baju putih/ Kok malah bengong?)



Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta, 01 Mei 2013 05:42:42am