Sabtu, 21 Februari 2009

Memori awal tahun 2009

Awal tahun yang seharusnya aku isi dengan kebahagiaan dan senyuman tapi ternyata berbeda. Aku harus mulai awal tahun in dengan sebuah bencana menurutku.

Bencana ?

Kenapa ?

Muncul lagi pertanyaan ku tentang hal ini. Apa yang ku maksud dengan bencana ? Yang aku maksud adalah ketika awal tahun ini memberanikan diri untuk meminta jawaban atas semua yang dilakukan Allung dan keluarga kepadaku. walau aku awalnya ragu-ragu tapi dari dalam hatiku yang telah sakit aku memberanikan diri, hingga suatu sore yang mendung dan dingin aku sampai didepan teras rumahnya. Apa yang terjadi ?

Perasaan yang pertama kali muncul aku merasa salut karena dalam pikiran ku pertama kali aku mengganggap bahwa ayah tidak memperpanjang kesalah pahamanku dengan Allung dan kakak Aang tapi kenyataan yang aku dapatkan berbeda. Semua memerlakukan aku sama. Aku dipandang sebagai sesok manusia yang penuh dosa dan tidak punya rasa. Aku dipandang sebagai seorang pelacur jalan yang dengan mudahnya bisa mendapatkan apa yang aku mau, padahal selama aku bekerja aku juga tidak pernah lupa dengan mereka. satu minggu sekali aku pastikan bisa makan yang lumayan enak tanpa mereka harus mengeluark banyak uang. Tapi semua pemberianku itu tidak ada artinya dimata mereka. Aku tidak berharap berapa mereka menghargaiku dalam bentuk materi tapi kau berharap agar mereka memberikan harga dalam imateri, yang selama ini mereka tahu bahwa aku belum sempurna memdapatkannya dari keluarga ku. Tapi semua berbeda. Sakit yang aku dapatkan . . .

Akupun menunggu, didepan teras. karena itu dah perintah awal dari ayah sebleum berlalu meninggalkan ku, sendiri diluar ruang superduper banyak nyamuk. Aku tidak tahu dengan pasti apa yang terjadi selanjutnya dan dalam beberapa menit kemudian aku mendengar deru motor Allung. Dalam hati aku bertanya apakah ayah, ibu sudah sampai konter dan sengaja membuat sandiwara yang menurutku kurang sempurna ini ?

Aku mengetahui semua ini karena aku diberi tahu oleh tantenya Allung yang tidak sengaja melihatku sewaktu dia menyapu halam karena sebentar lagi hujan mulai turun.  Dari arah pembicaraannya kaupun mengeti apa yang dimaksud dengan semua itu, bahwa selama aku ada satu rumah dengan mereka, aku dianggap sebagi seorang pengganggu yang tidak lebih dari seorang binatang jalang. Aku memang seperti itu, tapi apakah aku sehina itu ?  Apakah aku tidak boleh untuk berubah ? Semua membutuhkan waktu bukan ? Tidak ada yang instan bukan ? Semua membutuhkan sebuah proses bukan ?

Selama ini aku selalu berusah dan berusaha untuk mewujudkan, apakah kurang puas dengan semua yang pernah aku berikan kepada mereka ? Salah apakah aku selama ini dengan mereka sehingga mereka tidak mau mengatakan kesalahan aku itu ? apakah aku benar-benar salah atau hanya cuma sandiwara mereka saja  yang secara sengaja menyalahkan aku ?

Tanggal 15 Januari 2009 , tepat pertengahan bulan di awal tahun ini. Dengan perasaan yang agak jengkel aku datang kerumah kali ini aku tidak memberitahukan kalau aku akan datang keruman. Menjadi sebuah histeria saat aku datang tanpa ada pemberitahuanku  tersebut. Seperti biasa aku menunggu walau ada ayah tapi setelah aku tahu apa yang ayah lakukan kepada aku, aku sudah tidak respek lagi dan tidak ada rasa kasihan ataupun yang lain. Hari ini aku harus tega agar mereka semua tahu akan arti sebuah tanggung jawab apalagi ayah dan ibu sebagai orang tua yang mempunyai 2 anak tetapi belum pernah menanamkan rasa tanggung jawab. tanggung jawab tidak selalu berakhir dengan sebuah materi tetapi kebanyakan hanya berupa imateri yang sangat sulit untuk dipertanggjung jawabkan. Janji, itulah imateri yang paling sulit untuk dipertanggung jawabkan. Bukannya awal-awalnya saat mereka meminjam materi dariku selalu mengeluarkan dengan janji-janji yang indah malah terkadang tidak dapat diterima dengan akal sehat ? tapi aku juga tidak menyesali apa yang mereka perbuat itu. Aku hanya bisa mengenang dan menjadikan itu semua sebagai bahan pelajaran sejarah yang paling mahal dan sulit untuk dilupakan, bahwa aku tidak boleh selalu menuruti semua kata-kata indah apalagi dari Keluarga Allung Gunawan yang semakin hari dalam pandangan ku mereka semakin sulit dalam tekanan hidup karena semua perlakuan mereka sendiri. akupun semakin tercengang oleh apa yang aku dengan kabar-kabar yang mulai bertebaran di kancah perburungan jogjakarta dan sekitarnya.

Keyakinanku, mulai tumbuh dari tunas muda yang mulai tumbuh menjadi pohon yang siap berkembang.

Akhir bulan akhirnya tiba dan aku memutuskan lagi untuk meminta apa yang mereka janjikan tapi ternyata mereka membohongiku. Bukan masalah bagiku, Tuhan yang maha tahu akan memberikan terbaik dalam kehidupanku. Sampai sekarang aku masih penasar dengan semua yang mereka katakan pada ku tapi aku kan selalu menunggu janji mereka sampai dengan bulan ke Juni tanggal 28 tahun ini.

Aku tidak ingin mereka tidak memiliki tanggung jawab. Aku sangatlah malu jika apa yang aku elu-elukan dahulu menjadi keluarga pecundang, khususnya dari Keluarga allung Gunawan sendiri.

Semoga ini tidak terjadi pada orang lain, cukup aku seorang saja yag merasakan kehebatan mereka dalam menipu.

Semoga Tuhan memberikan kepada mereka sebuah petunjuk dan hidayah yang sangat jelas dan mereka akan segera sadar dengan perbuatan mereka. 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar