Sabtu, 11 April 2009

Di Caci, Di Maki, tapi Di Cari

Kenapa banyak orang yang menghindari yang normal-normal. Melakukan hal yang tidak wajar atau hal yang tidak umum. Penyimpangan seks misalnya.
Kalimat Freddie Mercury yang ditorehkan dalam lagu It’s a hard life mejawab semua itu : “ . . . Yes, it’s a hard life, in the world that’s filled with sorrow. There are people, searching for love in every way . . . and I say did it for love. Yes, I did it for love . . . “


Maka bukanlah hal yang aneh lagi jika dunia protitusi tidak hanya dipenuhi oleh kaum hawa atau perempuan. Kaum adam atau cowok dan wariapun, ada yang turun kejalan.

Sejarah pelacuran waria telah tercatat lama. Hingga sekarang, di era global ini waria yang turun kejalan masih tetap ada.

Di Yogya ada beberapa lokasi. Yang paling fenomenal ada di depan BI ( Bank Indonesia < sebelah timur kantor Pos Besar Yogyakarta > ) dan diseputaran Stasiun Tugu. Dan masih ada tempat-tempat lagi yang dipakai temporer, seperti di Terminal jombor, Madukismo, atau timur perempatan SGM.

Dari banyak tempat tersebut, depan BI lah yang paling fenomenal dan populer. Selain berada di jantung kota budaya ini. Waria yang mangkal disana bisa dibilang berkelas. VVIP. Tak mengherankan jika banyak pelancong dari luar daerah, selalu menyempatkan mampir kesini untuk mencari dan menikmati kenikmatan sesaat. Pu mahasiswa ataupu masyarakat umum yang ingin merasakan nikmatanya penyimpangan seks.

Seperti kata penyair Binhad Nurrohmat , “ Kota tanpa bordil ibarat rumah tanpa kakus! “. Maka tempat mangkal waria ini melengkapi atmosfer sebuah kota besar. Dibalik sisi negatipnya, protitusi waria ini berkontribusi besar memberikan rasa senang pria petualang. Bukti empirisnya ( bukti nyata ) dan tak dapat terbantahkan hingga sekarang, fenomena waria turun kejalan masih berlangsung dan banyak peminatnya.

Umumnya jam kerja mereka dari jam 12 malam sampai jam 04 dini hari. Rata-rata seorang waria bisa melayani 3 – 5 nasabah. Jika sedang ramai, bisa melayai sampai 8 nasabah. Padahal dalam semalam minim yang mangkal ada sekitar 5 orang. Jika kita main hitungan secara kasar dengan satu malam ada 40 waria dan masing-masing melayani 5 orang. Berati pria yang melakukan penyimpangan seks ada 200 pria dalam satu malam, 1400 pria dalam 7 hari dan 6000 pria dalam 30 hari. Angka yang luar biasakan.

Artinya, jangan meremehkan waria. Seks waria memang fenomenal, dengan Rp 20.000,- sudah bisa menikmati kenikmatan duniawi. Meurut sumber yang tidak dapat saya sebutkan karena menyangkut prifasi, tarifnya bisa dinego dan paling rendah Rp 20.000,-

Jam 11 malam mereka baru menuju ke lokasi. Kenapa jam kerjanya malam? Menurut mereka jam-jam segitu sudah aman dari razia. Biasanya mereka ngumpul diwarung angkringan ( disana ada dua warung ). Menitipkan kendaran dan merapikan dandanan. Setelah itu hilir mudik disekitar jalan Pangeran Senopati sambil menyapa pria-pria yang melintas.

Dandanan seksi, parfum wangi, tentu saja menundang birahi. Ditambah lagi udara malam yang dingin menyergap. Apa bisa tahan meihat pemandangan yang sangat menggiurkan seperti itu?

Setelah dead harga, nasabah bisa langsung melakukan eksekusi ditempat. Ada toilet di tengah taman yang biasanya dipakai atau di Taman Benteng Vredeburg disisi selatan yang juga sering digunakan.

Lagi-lagi faktor ekonomi yang menjadi alibi sejati para PSK tidak waria, kucing, maupun perempuan. Saat ditanyakan tentang perihal menjual diri. Mesti masih relevan tapi tidak semuanya benar.

Sama seperti portitusi lainnya, waria juga memanfaatkan teknologi untuk mencari klien. Chatting, FS, banyak yang menawarkan jasa esong ( orag ) dan tepong ( sodomi ). Jika transaksi deal, pelayanan bisa dilakukan ditempat, diwarnet, atau dikos waria tersebut.

Ada beberapa warnet yang memfasilitasi orang berbuat mesum. Ada kamar khusu yang berpintu dan ada sofanya. Maka chatting ditempat, klien datang dan digarap disitu juga. 

Fenomena protitusi waria merupakan bagian dari suatu kehidupan yang tak terelakkan lagi. Sulit diberangus karena peminatnya banyak dan memnag tak semuda apa yang dipikirkan dam dibayangkan. Rendra dalam, puisinya “ Bersatulah pelacur-pelacur Jakarta “ mengungkapkan : “ . . . membubarkan kalian tidak semudah membubarkan partai politik. Mereka harus diberi kalian kerja. Merekapun harus pulihkan derajat kalian. Mereka harus ikut memikul kesalahan . . . “

Artinya, tidak mudah mengurangi protitusi. Di caci, dimaki, tapi ada yang mencari.

  Pengamatan dan Penelusuran Januari – 10 April 2009



6 komentar:

  1. Apakah kamu termasuk yang mencari?? Hihihihi ...

    BalasHapus
  2. TFs saha atuh ?

    semua aku lakukan dengan pengamatan dan insyaallah data itu valit . . .

    BalasHapus
  3. Ooops !!! Maap, aku hanya lah seorang yang ingin menulis jurnah dan ini telah diterbitkan dimeddia massa . . .

    BalasHapus
  4. buset.. edunlah ini. alhamdulillah aku tetap normal, tidak ada yg menyimpang ^^

    BalasHapus