Hampa jiwaku kini tanpa seorang yang menemani. Malam yang semakin larut dan semakin dingin menyentuh sekujur tubuhku dan masuk merayapi seluruh tulangku. Semua serasa beku, tanpa kecuali. Sendiri disini, ditengah ladang aku terbaring memandang langit yang begitu kelam. Hanya kunang-kunang yang menemaniku saat ini. Kerlip indah tubuhnya menggantikan sang bintang yang enggan menampakkan dirinya. Hanya sang rembulan yang sedikit murung menampakkan cahayanya yang elok. Yang membuat malam ini tidak begitu dingin. Yang kurasakan jiwa ini tentram dengan suara orkestra merdu dari sang jangkerik dan teman-temannya yang membuat malamku semakin syahdu.
Malam yang sangat ramai dengan suara yang memberikan semangat. Walau aku sendiri disini tapi aku serasa bersama. Bersama dengan sejuta manusia, semua masih ada di dalam anganku. Aku ingin segera mewujudkannya menjadi kenyataan yang sangat indah. Dengan segala kekuranganku aku ingin mejadikan semua nyata, semua bermakna dan berarti. Aku tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang tuhan berikan kepadaku.
Hawa dingin kembali hadir dalam malamku seiring dengan bertiupnya sang angin yang membawa napas kelembaban yang lumayan tinggi. Dingin yang kembali menusuk tulang ini membuat mataku semakin layu dan merasakan kantuk yang teramat sangat. Aku berdiri dan berjalan menyusuri pematang sawah yang remang-remang terkena pantulan cahaya bulan. Rumput yang basah oleh embun malam memberikan suasana tersendiri di kakiku. Letihku yang sebelumnya muncul hilanglah sudah.
Malam yang dingin telah berganti, pagi yang cerah menyambutku dan dunia. Sang surya dengan teriknya membangunkanku dari tidurku yang lelap. Hangat terasa. Seperti hangatnya pelukkan dari seoarang ibu yang menyayangi anaknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar